Sebuah fatwa agama yang dikeluarkan oleh presiden persatuan ulama Internasional, Dr. Yusuf al-Qardhawi, membolehkan perempuan untuk bernyanyi ditengah maraknya perdebatan di kalangan ulama Islam di mana bermain musik dan nyanyian itu dianggap haram dan melanggar hukum Syari'ah, lapor surat kabar Asharq al-Awsat yang berbasis di London.
Beberapa ulama Muslim mengkritik fatwa Dr. Qaradhawi, mereka mengatakan bahwa bernyanyi dilarang dan tidak hanya untuk wanita tapi untuk pria juga, mengutip pengaruh musik terhadap emosi dan potensinya yang cenderung mengarah dalam apa yang dianggap sebagai perbuatan dosa.
Dr. Abd al-Fatah Idris, seorang ulama Islam dari universitas Al-Azhar Mesir, mengatakan "Sebagai aturan umum, menyanyi untuk perempuan adalah dilarang, tetapi tidak ada bukti yang menunjukkan wanita tidak bisa membiarkan laki-laki mendengar suara mereka sambil bernyanyi."
Namun Idris mengakui bahwa pada era nabi ada riwayat yang menyatakan seorang wanita bernama Zainab bernyanyi untuk wanita lain dalam sebuah pernikahan.
Beberapa ulama lain mendukung fatwa al-Qardhawi khususnya dalam hal menyanyi untuk tujuan keagamaan seperti mempromosikan nilai-nilai Islam dan ajaran Nabi Muhammad.
Namun para ulama yang membolehkan perempuan bernyanyi, sepakat bahwa perempuan boleh bernyanyi dalam kondisi-kondisi tertentu untuk menahan dan menghindari terbangkitnya nafsu orang yang mendengarkannya.
Syaikh Al-Qaradawi, yang terkenal sebagai ulama Internasional secara luas dikenal karena pandangannya Islam moderat. Dalam pernyataannya ia mengatakan: "Tidak ada halangan terhadap perempuan menyanyi, dengan syarat menyanyi harus berada dalam kerangka hukum Islam yang menjamin bernyanyi tidak disertai dengan praktek-praktek yang dilarang seperti menari atau minum alkohol."
Dia juga menyarankan perempuan yang bernyanyi harus memperhatikan nilai dan tidak boleh bercampur dengan hal-hal yang "tidak senonoh," merujuk bagaimana Abu Nuwas, seorang penyair Arab terkenal yang sering puisi cintanya mencerminkan anggur dan hasrat seksual bagi laki-laki, yang dapat menyesatkan para pemuda.
Qaradhawi juga menyebutkan salah satu puisi yang terkenal dari Ahmad Syawqi yang merayakan akhir bulan Ramadan oleh seteguk alkohol. Syawqi meninggal pada tahun 1932, dan merupakan salah satu penyair Arab yang memelopori gerakan sastra modern Mesir dan memperkenalkan genre epos puitis dengan tradisi sastra Arab.
Dalam apa yang dianggap sebagai contoh yang baik dari bernyanyi yang dilakukan oleh perempuan, Qaradhawi mengutip penyanyi wanita Mesir Fayiza Ahmad yang mendedikasikan sebuah lagu untuk ibu.
Dr. Ibrahim Salah al-Dîn al-Houdhud, ulama Al-Azhar lainnya, sepakat dengan Qardhawi dengan berkata:
"Ulama telah mengizinkan perempuan bernyanyi, namun dengan kondisi; pertama, kata-kata nyanyiannya tidak menarik atau melanggar norma agama: kedua, Bernyanyi seharusnya tidak terjadi ketika ada tarian dan alkohol, dan tidak boleh ada kamera video yang merekam. "
Seorang ulama ketiga di Al-Azhar yang lain mengatakan bahwa perempuan harus menyanyi dalam lingkungan gender non-campuran/ikhtilat tapi mencatat bahwa suara wanita adalah bukan lah aurat atau bisa membangkitkan nafsu dan menegaskan bahwa perempuan dapat bercampur dengan laki-laki hanya dalam pendidikan.
Dr. Adil abd Al-syakour, profesor bahasa Arab dan Syariah di sebuah institut untuk pengkhotbah di Departemen Awqaf Mesir, mengatakan bahwa pendapat ulama terhadap perempuan bernyanyi memiliki pandangan yang berbeda.
"Kelompok yang berpandangan keras menciptakan persepsi bahwa suara perempuan adalah "tidak senonoh"atau "aurat ", tetapi ada bukti yang membuktikan bahwa perempuan biasanya berbicara dengan nabi tentang setiap masalah termasuk masalah kehidupan sehari-hari."(fq/aby)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar